Political Wave, sebuah lembaga pemantau media sosial, menemukan dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di media sosial sosial seperti Twitter, Facebook, YouTube, blog, forum dan situs-situs berita online tak kalah besar dibanding dukungan secara fisik. Lembaga itu juga mencatat adanya gelombang yang terus meningkat yang merepresentasikan menguatnya dukungan masyarakat terhadap KPK.
Beberapa hashtag atau tagar yang pernah populer digunakan adalah #SaveKPK, #PresidenKemana, #SaveNovel, #BersihkanPOLRI, #SavePolri dan #TolakRUURevisiKPK.
Bahkan
akun selebritis juga cukup aktif membicarakan topik itu antara lain @addiems, @melaniesubono,
@lukmansardi, @pandji dan @sudjiwotedjo. Itu berarti, banyak netizen yang mengirimkan pesan mengenai
#SaveKPK lebih dari 4 kali, bahkan sampai puluhan kali, menandakan tingginya
aspirasi masyarakat. Pesan mengenai #SaveKPK berpotensi menjangkau sekitar
9.433.741 netizen.
Konsekuensi
Nyata
Berdasar penelisian yang pernah penulis
lakukan berjudul “Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi”
(2012) setidaknya ada beberapa perubahan yang terajdi akibat munculnya media
sosial yakni; (a) perubahan hubungan sosial ; (b) jurang
kaya dan miskin informasi makin lebar; (c) privacy
terganggu; (d) orang terpencil dari lingkungan sosial; dan (e) informasi “sampah” disusupkan.
Konsekuensi
perubahan teknologi dalam kehidupan sosial bisa dilihat dari perubahan yang
terjadi pada hubungan sosial. Setidaknya bisa dilihat dari perubahan hubungan
antara individu dengan individu, individu dengan komunitas, individu dengan
masyarakat.
Media sosial yang secara sadar dipakai telah
mengubah pola komunikasi antar individu. Hubungan antara individu yang bisa
dilakukan dengan kontak langsung sekarang diambil alih oleh media sosial.
Hubungan teman sekantor, hubungan dengan keluarga batih, bahkan hubungan dengan
tetangga. Sekarang, kerjabakti yang dilakukan di lingkungan sosial kita bisa
diumumkan lewat alat komunikasi, tidak saja SMS, telepon, FB tetapi juga YM.
Kemudian
media sosial juga telah membuat privacy
manusia terganggu. Media sosial memang telah memberikan banyak manfaat dan
efek perubahan yang tidak perlu diragukan lagi. Media sosial juga memungkinkan
setiap individu bisa mengetahui hampir semua kegiatan aktivitas di sekitarnya.
Era teknonogi sekarang ini bahwa memungkinkan orang tidak mempunyai privacy. Artinya, setiap aktivitasnya
cepat diketahui oleh masyarakat umum. Hal ini tidak menganggap bahwa orang tak
lagi punya privacy, hanya masalahnya lambat atau cepat apa yang disembunyikan
akan segera diketahui banyak orang. Apalagi jika orang tersebut menjadi public figure.
Ambil
contoh “perselingkuhan” yang dialami oleh Krisdayanti dengan Raul Lemos.
Masyarakat menilai pasangan Anang Hermansyah-Krisdayanti adalah pasangan ideal.
Tidak saja keduanya sering tampil bersama untuk bernyanyi dan melengkapi peran
masing-masing, tetapi sering berperan mesra di hadapan publik. Namun demikian,
perselingkuhan Krisdayanti dengan pengusaha Timor Timur bernama Raul Lemos
akhirnya terkuak.
Tak
terkecuali, media sosial juga membuat
individu terasing dari kehidupan sosial. Terasing di sini berarti
kuantitas berkomunikasi secara sosial berkurang. Kalaupun ada komunikasi tidak
lagi menggunakan komunikasi tatap muka, tetapi telah menggunakan perantaraan
alat-alat komunikasi modern.
Seorang
penulis misalnya ia akan dimanjakan dengan teknologi. Semua aktivitas bisa
dilakukan di dalam kamar. Ketika ia ingin mengetahui berita-berita terkini ia
cukup membuka internet, menyalakan televisi atau membaca koran yang sudah
datang di pagi hari. Atau saat sekarang banyak koran yang sudah bisa dibaca
lewat internet. Ia akan bisa mengetahui seluruh kejadian di dunia ini dalam
waktu singkat.
Yang
juga tidak kalah pentingnya adalah informasi “sampah” yang disusupkan. Informasi sampah yang dimaksud di sini adalah
informasi yang tidak mempunyai nilai berita (kalau dalam istilaha jurnalistik).
Bisa juga informasi yang tidak mendidik atau informasi yang menurut penilaian
orang tidak bermanfaat. Tentu saja tidak bermanfaat di sini multi tafsir. Namun
demikian, sebuah informasi yang tidak memberikan kemanfaat banyak orang yang
sebuah kemajuana masuk dalam kriteria informasi yang tidak bermanfaat.
Dalam
media sosial informasi sampai sering kali muncul dalam status FB seseorang
untuk menyebut contoh. Misalnya status yang isinya marah-marah, mendendam, misuh (kata tidak pantas), atau
menjelek-jelekkan pihak lain. Bisa juga
twit (di twitter) seseorang yang juga tidak jauh berbeda. Lihat misalnya akun @TrioMacan2000 yang
mempunyai pengikut 141.000. Akun anonim ini sangat gencar memprovokasi
dan mengkritik keras lembaga KPK dan Abraham Samad.
Dalam
pengamatan Syafiq Basri Assegaff (2012) menganggap akun @TrioMacan2000 pembohong.
Sebuah akun dengan nama @kurawa menuding bahwa TrioMacan2000 dibayar sponsor
tertentu. Sementara akun dengan nama @Foke_kumis mengatakan bahwa TrioMacan2000
adalah ”pemeras dan penyebar fitnah”. Siapa
yang benar dan siapa yang salah juga masih bisa diperdebatkan. Apakah
@TrioMacan2000 atau @Foke_kumis juga belum ada bukti yang konkrit.
Lihat juga kasus yang juga menimpa Marwan Effendi, Jaksa
Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung)
sebagaimana ditulis dalam majalah Detik
(2-8 Juli 2012). Kicauan @fajriska
dan @TrioMacan2000 tentang Marwan muncul
awal Juni 2012 ini. Dari tweet yang dihimpun akun @mang_ubed, @fajriska
membeberkan kasus pembobolan BRI Segitiga senilai Rp 180,5 miliar itu dengan terpidana Hartono dan
Rudy Kartolo, bos PT Delta Makmur
Ekspresindo (DME).
Rekayasa
Komunikasi
Tak
bisa dipungkiri, media sosial telah membawa sebuah rekayasa sosial di masyarakat. Media sosial tidak saja menginformasi banyak hal,
tetapi juga bisa memobilisasi masyarakat untuk mendukung dan tidak mendukung
kelompok tertentu. Ia bahkan masuk untuk
merekonstruksi pemikiran manusia.
Konflik yang melanda Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dengan Polri berkaitan dengan korupsi di lembaga berbaju coklat
tentang Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) membuktikan itu semua. Masyarakat
banyak mendukung KPK karena Polri sudah menjadi common enemy (musuh bersama). Arogansi, kerugian yang selama ini
diderita masyarakat seolah dituangkan dalam pembelaannya terhadap KPK (lepas
dari memang terjadi korupsi di tubuh Polri). Nyata bahwa mobilisasi melalui
media sosial sangat nyata kekuatannya.
Kemudian, masyarakat menjadikan media sosial
sebagai pengawas atas kasus-kasus di sekitarnya. Media sosial ibarat
kepanjangtanganan masyarakat itu sendiri. Ia protes melalui media sosial yang
jangkauannya sangat luas. Inilah yang dikatakan sebagai rekayasa sosial
itu. Sebut saja rekayasa proses komunikasi.
(pernah dimuat tabloid Bestari, Oktober 2012)
Type rest of the post here
Comments :
0 comments to “Media Sosial Baru dan Rekayasa Komunikasi”
Posting Komentar