Oleh Nurudin
(Harian Bhirawa, 18-12-2017)
Pernyataan
Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel terus berbuntut
panjang. Sebenarnya, ide menjadikan Yerusalem sebagai ibukota Israel sudah ada
sejak 1995, saat Kongres AS menyetujui regulasi pemindahan ibukota Israel dari
Tel Aviv ke Yerusalem.
Beberapa
presiden yang berkuasa sejak tahun 1995 menunda pemindahan ibukota, tetapi secara terang-terangan mendukung
tindakan militer Israel. Baru pada tahun 2017, ide pemindahan itu terwujud
melalui presiden Donalp Trump. Trump
dengan segala kontroversinya mengeluarkan pernyataan yang jelas akan memancing
konflik dan perseteruan di Timur Tengah umumnya dan dunia pada umumnya.
Banyak
orang menyayangkan, tetapi lisan Trump sudah berbicara mengenai kebijakan luar
negeri negaranya. Israel pun semakin brutal merebut tanah Palestina. Orang
boleh mencaci, namun Trump adalah orang yang sedang melakukan propaganda untuk
tujuan politik dan kepemimpinan Amerika di dunia. Desakan lobi Yahudi di
Amerika juga tak lepas dari hal itu.
Propaganda
Orang
yang paham tentang politik, akan mengatakan bahwa Trump memang sedang melakukan
propaganda di dunia internasional. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk
menguasai pergulatan politik internasional.
Kaitannya
dengan itu, tulisan ini akan mencoba menjelaskan bagaimana peran propaganda
dalam usaha untuk memenangkan sebuah kompetisi politik. Bukan untuk
menakut-nakuti tetapi agar kita semua tidak terjebak dengan sesuatu yang salah.
Intinya, Trump memang sedang bermain.
Propaganda
dimanapun dan kapanpun akan digunakan oleh seorang pemimpin politik dalam usaha
memenangkan kompetisi. Bahkan tak jarang cara-cara propaganda buruk dilakukan
untuk meraih ambisisinya.
Propaganda
dalam sejarahnya adalah teknik berkomunikasi yang baik. Sebagai sebuah alat
penyampai pesan, propaganda pernah dilakukan oleh Paus Gregorius XV. Paus
mendirikan sebuah organisasi yang bertujuan mengembangkan dan memekarkan agama
Katholik Roma pada tahun 1622. Pada tahun 1633 Pope Urban VII membentuk Congregatio de Propaganda Fide (The Congration
of Propaganda). Badan ini merupakan usaha melaksanakan misi penyebaran agama
Kristen. Bukankah cara-cara untuk mengajak pada kebaikan melakui agama di atas
sesuatu yang baik?
Karena
propaganda efektif dalam menyebarkan agama, maka para penguasa politik
menggunakannya untuk memenangkan tujuan politiknya. Bahkan di Jerman, Propaganda dilembagakan,
sebagaimana era Paus Gregorius XV. Propaganda Adolf Hitler (Jerman) pernah membuat
takut Amerika dan sekutunya. Namun demikian, keberhasilan Hitler dalam
memenangkan ambisi politiknya ternyata diikuti oleh Amerika sendiri. Saat ini
kita bisa melihat peran dari Donald Trump.
Warmongering
Seandainya
benar bahwa Trump sedang melakukan
propaganda ke dunia internasional, maka Trump sebenarnya sedang menyulut
konflik, bahkan perang. Dalam kajian propaganda sering disebut dengan warmongering (propaganda yang menghembus-hembuskan perang).
Hal demikian pernah dilakukan Hitler saat menginvasi Cekoslovakia dan Austria.
Apa yang dilakukan Hitler ini tidak hanya menyulut perang, tapi sudah mengajak
perang.
Tindakan
Hitler di atas sebagai bentuk propaganda jaman dulu dengan langsung menginvasi.
Saat ini usaha untuk menghembus-hembuskan perang bisa dilakukan dengan
pernyataan. Saat konflik Palestina dan Israel belum ada titik temu -- sementara
itu Amerika yang sebelumnya memang memihak Israel terus membantunya -- maka ia
dianggap telah menghembuskan perang. Tidak itu saja, presiden negeri paman Sam
itu justru tidak saja mengakui kedaulatan Israel tetapi membantu memperluas
cakupan wilayah Israel yang sebenarnya bukan hanya milik negara itu.
Secara
historis, propaganda perang yang dilakukan Trump ini wujud dari gerakan Zionisme
Israel untuk mendirikan negara Yahudi merdeka di tanah Palestina. Zionisme
muncul akibat pembelokan ideologi Yahudi dari spiritualisme religius ke
nasionalisme Israel yang dicetuskan oleh pendiri Zionisme, Theodore Herzl. Bahkan secara provokatif harian besar Israel Ediot Aharonoth (1972) pernah
mengatakan, “Tidak akan ada zionisme, kolonialisme negara Yahudi, tanpa
pengusiran orang Arab dan penyerobotan tanahnya” (Nurudin, 2001).
Melihat
sejarah propaganda Israel dan pernyataan Trump, kita bisa petik beberapa
catatan singkat; pertama, pahami
bahwa Trump sedang melakukan propaganda. Trump dengan partai Republiknya tentu
sedang memperkuat kuku-kuku kekuasaannya. Meskipun terlipih sebagai presiden,
ia termasuk presiden yang kontroversial. Kondisi ini tentu sangat rentan
ditentang oleh rakyat AS.
Di sisi
lain, penguasa penting di Amerika adalah lobi Yahudi. Lobi Yahudi selama ini
sangat berpengaruh di Partai Demokrat. Jika Trump kontroversial, bukan tidak
mustahil ia akan ditentang tidak saja rakyat tetapi juga tingkat parlemen dan
partai oposisi. Dengan mengatakan bahwa ia menyetujui Yerusalem sebagai ibukota
Israel, ia berharap lobi Yahudi tetap mendukung kebijakannya. Dalam hal ini,
Trump sedang memainkan kekuasaannya.
Trump
juga sedang memainkan peran sebagai penguasa dunia. Dengan pernyataannya itu ia
akan tahu sejauh mana pengaruhnya di dunia. Apakah ada banyak negara yang
memprotes kebijakannya soal Israel? Seberapa besar kekuatan politik dunia yang
menentangnya? Ia sedang mencoba melihat peta dengan memancing permasalahan
terlebih dahulu. Jika nanti banyak yang menentang, dengan gampang ia akan
menarik ucapannya. Namun, hal ini akan sulit dilakukan karena menyangkut
kebijakan politik Amerika.
Kedua, tanah Arab pada akhirnya sangat mungkin akan
direbut Israel. Asumsi ini tentu tidak mengada-ada. Sejarah perebutan tanah
Palestina dan gerakan Zionisme untuk mengembalikan warga Israel dari seluruh
dunia bisa dijadikan contoh. Sejarah juga mencatat sejak Deklarasi Balfour
tanah Palestina semakin menyempit. Secara terang-terangan Isreal juga mencoba
merebut dan membunuh warga Palestina yang ingin mempertahankan haknya. Apalagi
AS memang barada di balik kepentingan Israel.
Perlu
dicatat bahwa propaganda Trump telah menumbuhkan korban jiwa dan tumbal nyawa
manusia tak terbilang. Bangsa Palestina yang terus dirundung malang akan terus
mendapatkan tekanan sampai pengusiran dari tanah airnya.
Perlu
dicatat lagi, bahwa Yerusalem adalah tanah suci tiga agama. Sebenarnya pula,
persoalan Palestina bukan hanya persoalan umat Islam. Masalahnya, konflik
Palestina-Israel menyeret atau sengaja diseret menjadi persoalan Amerika vis a
vis umat Islam. Prasangka baik kita, bisa jadi karena selama ini yang
menyuarakan perlawanan umat dan bangsa
Islam. Umat Islam merasa “dikibuli” oleh perilaku Amerika. Sangat berasalan
jika konflik Palestina melibatkan umat Islam karena kebijakan luar negeri
Amerika pada Timur Tengah selama ini memang merugikan umat Islam. Maka, musuh
Amerika pasca komunisme adalah umat Islam.
Kita
boleh memprotes ketidakadilan propaganda Trump pada Palestina, tetapi menyeret
persoalan Palestina dengan hanya melibatkan umat Islam vis a via Amerika
mendangkalkan masalah dan membutakan diri pada fakta.
Type rest of the post here
Comments :
0 comments to “Donald Trump Sang Propagandis”
Posting Komentar