Oleh Nurudin
(Bontang Post, 21/12/2017)
Pernyataan
Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel menyentak dunia.
Tidak saja karena konflik Palestina-Israel yang terus berkepanjangan, tetapi
usaha untuk mendamaikan kedua negara itu dan kawasan Timur Tengah akan semakin
sulit. Bagaimana pun juga Trump sudah mengeluarkan pernyataan, sementara
masyarakat dunia dibuat sibuk dari buntut pernyataanya itu.
Sebagai seorang
presiden, pernyataan tersebut tentu bukan sesuatu yang dikatakan spontan. Trump
tentu sudah berhitung bahwa pernyataannya akan menimbulkan kontroversi. Sebagai
sebuah negara yang merasa menjadi polisi dunia, ia seolah merasa bisa berbuat
apa saja.
Tulisan
ini tidak akan membahas apa dampak dari pernyataan presiden dari partai
Republik itu, tetapi akan mengamati dari sisi pesan komunikasi politik. Tidak
bisa dipungkiri, apa yang diucapkan itu bentuk lain dari komodifikasi pesan
komunikasi dalam usaha meraih kekuasaan politiknya.
Komodifikasi
Secara
harfiah, komodifikasi secara ringkas berarti proses transformasi barang dan
jasa yang semula dianggap karena punya nilai guna (use value) diubah menjadi nilai tukar (exchange value) atau komoditas sebab mendatangkan keuntungan.
Sebuah air minum bernilai guna untuk menghilangkan dahaga, namun jika sudah
dikemas akan menjadi nilai tukar bernilai ekonomis, misalnya air mineral atau
minuman dalam botol lainnya. Jadi komodifikasi tidak hanya melekat pada ajaran
agama, media massa, tetapi juga pesan-pesan politik, tak terkecuali juga
gagasan -- asal mempunyai nilai ekonomis.
Contoh sederhananya saja begini; jika media
massa telah mengalami komodifikasi ia akan hadir hanya untuk mencari keuntungan
ekonomis. Segala cara akan dilakukan untuk mendatangkan apa saja, kalau perlu
dengan mengorbankan segala cara. Produk acara televisi, termasuk acara
keagamaan, sekarang juga sudah mengalami komodifikasi, hanya untuk keuntungan
ekonomis media itu sendiri. Tak heran jika banyak artis menjadi ustadz hanya
karena punya retorika mencukupi dan wajah yang menarik. Soal ide tema
keagamaannya bisa dicari di berbagai sumber.
Nilai Tukar
Lalu apa
kaitannya dengan pernyataan seorang Donald Trump yang mengakui Yerusalem
sebagai ibukota Israel? Di atas tadi kita berbicara mengenai barang dengan
nilai guna dan nilai tukar. Anggap saja presiden Trump itu barang, tentu saja
ia mempunyai nilai guna dan nilai tukar. Sebagai seorang presiden negara yang
menyebut dirinya Super Power ia punya nilai guna yang sangat tinggi. Misalnya,
ia harus mengantar rakyat Amerika ke kehidupan yang modern, beradab,
demokratis, makmur dan atribut ideal lainnya. Ia juga dipilih untuk
memperjuangkan kepentingan-kepentingan ideal bangsa Amerika. Sebagai barang, ia
mempunyai nilai guna yang sangat tinggi, entah berapa harganya kalau dijual.
Namun
demikian, sebagai presiden ia juga bisa memosisikan dirinya sebagai barang yang
mempunyai nilai tukar. Apa yang dilakukannya bisa diperhitungkan dengan
keuntungan ekonomis. Barang itu akan bisa dipakai untuk barter dengan barang
lain jika sama-sama memberikan keuntungan. Sebut saja barang bernama presiden
itu penuh dengan kepentingan-kepentingan komodifikasi. Maka, apa yang dilakukan
presiden harus mendatangkan keuntungan, termasuk isi barangnya (baca:
pernyataan).
Salah
satu orientasi pada barang yang telah terkomodifikasi adalah orientasi pada
tujuan ekonomis. Dalam tataran makro, pernyataan Trump itu sebuah komoditas
yang bernilai ekonomis. Seorang presiden tentu bukan sekadar hanya berupa barang fisik seperti
sepeda motor atau mobil. Sebagai presiden ia adalah benda yang mewakili sebuah
negaranya untuk mencapai tujuan atau mewakili kepentingan-kepentingan bangsa
Amerika. Kepentingan ini jelas ideal, tetapi manakala sudah berproses menjadi
nilai tukar, barang itu (sebut saja pernyataan) akan ditukar dengan apa saja
dengan cara apa saja dan untuk tujuan kepentingan apa saja. Sebut saja,
kepentingan terselubung dan melawan nilai-nilai kemanusiaan pun akan dilakukan
untuk mencapai tujuan ekonomis.
Sebagai sebuah
barang, apalagi barang itu dimiliki orang lain, maka apa yang dilakukannya
tergantung kepentingan yang punya barang. Bisa jadi Donald Trump hanya sekadar
menjadi penyampai pesan, sementara pesan aslinya milik orang-orang yang
berkepentingan di belakangnya.
Pesan Politik
Dalam
dinamika politik, sebuah pernyataan yang mengalami komodifikasi akan mempunyai
beberapa konsekuensi antara lain; pertama,
orang akan menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan. Trump tentu sudah berpikir bahwa dampak
pernyataannya akan sangat luar biasa. Apa yang dinyatakan tentu sudah
dipertimbangkan hanya akan memperparah konflik Israel-Palestina. Namun demikian
ia tidak peduli apakah buntut pernyataannya itu mengorbankan banyak jiwa di
pihak Palestina. Karena selama ini AS mendukung Israel, segala cara pun akan
dilakukannya. Intinya satu, yang penting Israel menang. Tentu akan lain
persoalannya jika bentuk dukungannya itu membuat Israel merugi.
Kedua, komodifikasi pesan politik adalah sikap mau
menang sendiri. Pernyataan Trump yang sudah mengalami komodifikasi itu tentu
tidak akan mempedulikan kepentingan mayoritas bangsa di dunia ini seandainya ia
diprotes. Ia menganggap bahwa bangsanya adalah bangsa besar, tidak boleh ada negara
atau kelompok lain yang boleh menentangnya. Karena Palestina selama ini berseberangan
dengan Amerika (terlebih didukung oleh mayoritas Muslim di dunia ini), maka itu
harus dilawan. Tak boleh ada polisi dunia lain yang ikut mengaturnya, kecuali
Amerika. Ini adalah cermin perilaku mau menang sendiri.
Pelajaran
yang bisa kita petik adalah bahwa pesan-pesan politik selamanya penuh dengan
tujuan-tujuan terselubung. Dalam ilmu komunikasi, sebuah pesan tidak bisa
dilihat dari apa yang diucapkan saja, tetapi perlu dicermati dari apa yang
tidak dikatakan. Disamping itu, sebuah pesan politik bisa jadi diucapkan untuk
meraih tujuan-tujuan terselubung lain dalam wilayah yang lebih luas. Tujuannya
tetap satu yakni meraih tujuan dengan menghalalkan segala cara. Maka, jangan
sekali-kali mudah percaya pada pesan-pesab politik seorang politisi.
Type rest of the post here
Comments :
0 comments to “Donald Trump dan Komodifikasi Pesan Politik”
Posting Komentar