Selasa, Januari 01, 2008

Ada Apa dengan Iklan Aa Gym?

Anda mungkin diantara penonton televisi yang pernah melihat iklan Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar) yang membintangi sebuah iklan tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Ternyata iklan tersebut mendapat protes masyarakat luas. Paling tidak Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO, dan Pelajar Islam Indonesia (PII) mempermasalahkan iklan itu.
Ceritanya, ada seorang bapak mematikan televisi yang tengah ditonton bersama keluarganya. Di layar muncul gambar unjuk rasa antikenaikan harga BBM. Disela-sela demonstrasi ada teriakan histeris perempuan lanjut usia memegang jerigen minyak tanah. Sambil terjepit antri ia berujar, “Kasihan Pak, yang kecil Pak”.
Adegan selanjutnya, di depan pintu sebuah rumah keluarga tersebut muncul Aa Gym. Ia berkata, “Saudaraku, kenaikan minyak dunia menjadi cobaan luar biasa bagi bangsa, termasuk kita. Kita harus siap menghadapi kenyataan”.
“Jadi gimana nasib orang miskin?” tanya si Bapak yang punya rumah.
Kiai itu menjawab, “Kita harus siap menghadapi kenyataan. Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Yang penting kita kompak, bersatu, sabar, dan gigih mencari solusi. Kita harus dekat dengan Allah. Ingat kesabaran, pengorbanan, kalau ikhlas tidak disia-siakan Allah”.
Iklan tersebut ternyata adalah iklan yang dikeluarkan oleh Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) tentang kenaikan harga BBM lewat Peraturan Presiden nomor 55 Tahun 2005 belum lama ini.
Mengapa Diprotes?
Ada beberapa masalah mendasar mengapa iklan Aa Gym tersebut diprotes masyarakat. Pertama, Aa Gym telah menyeret wilayah profan yang bersifat keduniawian menjadi wilayah sakral yang bersifat keakhiratan. Kenaikan harga BBM adalah dampak dari kebijakan manusia, disebabkan manusia dan dilakukan oleh manusia. Dalam tataran kebijakan publik, kenaikan harga BBM adalah murni dilakukan oleh negara. Tetapi, wilayah negara ini diseret ke wilayah agama.
Iklan itu, lewat pernyataan Aa Gym, dianggap sebagai sebuah kehendak Tuhan. Kenaikan itu merupakan bagian dari rencana Illahi. Maka tak ada cara lain yang dilakukan manusia kecuali dengan menerima apa yang sudah digariskanNya dengan diimbangi oleh sikap sabar, ikhlas, dan rela berkorban.
Bahkan Aa Gym tidak lupa mengutip surat Al Baqoroh yang menyatakan bahwa “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya”. Tafsirannya adalah bahwa kekenaikan harga BBM sebagai rencana Illahi itu tidak akan membebani masyarakat. Tuhan sudah tahu bahwa kenaikan harga BBM sudah berada dalam kemampuan daya beli manusia Indonesia.
Di sinilah kemudian agama menjadi alat untuk legitimasi kepentingan politik pemerintah. Agama tidak ditempatkan sebagai ajaran kemanusiaan (terciptanya keadilan, kesejahteraan), tetapi digunakan untuk mendukung kebijakan pemerintah saja. Padahal kenaikan harga BBM itu lebih banyak karena peran pemerintah. Jika terjadi protes tidak harus mengembalikan kepada urusan Tuhan, tetapi ke pemerintah. Dalam hal ini ada pendangkalan masalah yang terjadi. Seolah urusan agama adalah urusan negara saja untuk mendukung dan tidak mendukung kekuasaan dirinya.
Kedua, protes masyarakat atas iklan Aa Gym tersebut karena iklan yang dikeluarkan Depkominfo itu telah mengerdilkan peran KH Abdullah Gymnastiar sebagai seorang kiai pengayom umat. Aa Gym cenderung membela pemerintah lewat Depkominfo dan justru tidak membela kepentingan orang banyak yang jelas merasa tersiksa dengan kenaikan harga BBM.
Dari sini ada disorientasi peran kiai. Ia yang dikenal dekat dengan rakyat, memberdayakan rakyat lewat kegiatan ekonominya justru lebih memihak pemerintah. Bukan tidak boleh, hanya akan merugikan dirinya dan masyarakat pada umumnya.
Maka, protes yang dilakukan masyarakat harus dilihat sebagai sebuah perilaku kecintaan mereka pada pemimpin pesantren Darut Tauhid tersebut. Mereka tentu tidak ingin peran kiainya menjadi kerdil hanya gara-gara membintangi iklan. Dan tentu saja, perilakunya jangan-jangan diikuti kiai-kiai yang lebih muda. Kalau begitu, jabatan kiai benar-benar sangat politis sekali.
Ketiga, iklan dalam banyak hal setengahnya adalah bohong. Sementara itu, meskipun apa yang dilakukan Aa Gym itu Iklan Layanan Masyarakat (ILM), tetap mengandung setengahnya bohong. Coba kita simak iklan-iklan di televisi yanga hanya mengejar asal laku dan tidak banyak yang memberikan informasi secara benar. Iklan mutlak bersifat persuasif. Misalnya, mana ada obat pusing yang bisa menghilangkan sakit kepala dalam waktu satu menit?
Keterlibatan kiai dalam iklan telah menurunkan citra kiai pula sebagai pemimpin umat. Kiai akan dituduh mementingkan kepentingan pribadi karena iklan lebih punya popularitas dan punya dampak keuntungan materi lebih banyak dari pada memberikan nasihat keagamaan pada masyarakat.
Tentu saja ini tak menuduh bahwa kiai model tersebut sangat materialistis. Tetapi yang jelas, kiai adalah sebutan yang diberikan masyarakat karena kelebihannya dalam pemahaman masalah keagamaan yang bisa dijadikan acuan masyarakat awam. Kalau kiai sudah memihak, maka sebutan kiai jelas sudah mulai digerogoti dari dirinya. Apalagi, Padahal, Aa Gym adalah kiai yang cukup dekat dengan rakyat dan punya pengikut yang banyak selama ini.
Sakralisasi
Dari permasalahan di atas, layak kiranya masyarakat memprotes iklan kenaikan harga BBM yang dibintangi oleh Aa Gym tersebut. Kenaikan harga BBM memang sebuah keniscayaan, tetapi keniscayaan tersebut tidak perlu menyeret persoalan agama. Agama punya wilayah tersendiri yang berbeda dengan wilayah politik. Biarlah politik diurusi oleh pemerintah, sementara kalangan agamawan tidak perlu untuk ikut-ikutan terlibat di dalamnya.
Yang menjadi kekhawatiran adalah jika politik dicampuradukkan dengan agama adalah terjadinya sakralisasi kebijakan. Bukan tidak mustahil karena dilegitimasi kiai kondang seperti Aa Gym, kenaikan harga BBM menjadi sesuatu yang harus diterima. Sesuatu yang harus diterima ini lebih berbahaya jika masyarakat menganggap kenaikan harga BBM sebagai ajaran agama karena dilegitimasi oleh seorang kiai. Ini hampir sama kasusnya dengan dukungan kiai pada salah satu partai politik (parpol) yang mensakralkan wilayah politik (parpol) karena dukungan agama (para kiai).
Kalau wilayah politik mengalami sakralisasi, berbagai perubahan akan sulit dilakukan karena kebijakan negara berlindung dibalik “jubah” agama. Memprotes kebijakan pemerintah (salah satunya kenaikan harga BBM) tidak akan dilakukan masyarakat karena dianggap memprotes ajaran agamanya pula.
Dari sinilah agama akan mengalami penurunan maknanya yang suci. Yang dikhawatirkan adalah agama mengalami materialisasi. Artinya orang akan memeluk agama bukan karena ajarannya, tetapi karena memberikan keuntungan materi. Dari sinilah protes terhadap iklan yang dibintangi Aa Gym harus ditempatkan dan dipahami secara bijak.

Comments :

0 comments to “Ada Apa dengan Iklan Aa Gym?”