Senin, Januari 14, 2013

Media Sosial Baru dan Rekayasa Komunikasi


     Political Wave, sebuah lembaga pemantau media sosial,  menemukan dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di media sosial sosial seperti Twitter, Facebook, YouTube, blog, forum dan situs-situs berita online tak kalah besar dibanding dukungan secara fisik. Lembaga itu juga mencatat  adanya gelombang yang terus meningkat yang merepresentasikan menguatnya dukungan masyarakat terhadap KPK.
Beberapa hashtag atau tagar yang pernah populer digunakan  adalah #SaveKPK, #PresidenKemana, #SaveNovel, #BersihkanPOLRI, #SavePolri dan  #TolakRUURevisiKPK.
Bahkan akun selebritis juga cukup aktif membicarakan topik itu   antara lain @addiems, @melaniesubono, @lukmansardi, @pandji dan @sudjiwotedjo. Itu berarti, banyak netizen yang mengirimkan pesan mengenai #SaveKPK lebih dari 4 kali, bahkan sampai puluhan kali, menandakan tingginya aspirasi masyarakat. Pesan mengenai #SaveKPK berpotensi menjangkau sekitar 9.433.741 netizen.



Konsekuensi Nyata

 Berdasar penelisian yang pernah penulis lakukan berjudul “Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi” (2012) setidaknya ada beberapa perubahan yang terajdi akibat munculnya media sosial yakni;   (a) perubahan hubungan sosial ; (b) jurang kaya dan miskin informasi makin lebar; (c) privacy terganggu; (d) orang terpencil dari lingkungan sosial; dan (e)  informasi “sampah” disusupkan.

Konsekuensi perubahan teknologi dalam kehidupan sosial bisa dilihat dari perubahan yang terjadi pada hubungan sosial. Setidaknya bisa dilihat dari perubahan hubungan antara individu dengan individu, individu dengan komunitas, individu dengan masyarakat.

 Media sosial yang secara sadar dipakai telah mengubah pola komunikasi antar individu. Hubungan antara individu yang bisa dilakukan dengan kontak langsung sekarang diambil alih oleh media sosial. Hubungan teman sekantor, hubungan dengan keluarga batih, bahkan hubungan dengan tetangga. Sekarang, kerjabakti yang dilakukan di lingkungan sosial kita bisa diumumkan lewat alat komunikasi, tidak saja SMS, telepon, FB tetapi juga YM.

Kemudian media sosial juga telah membuat privacy manusia terganggu.   Media sosial  memang telah memberikan banyak manfaat dan efek perubahan yang tidak perlu diragukan lagi. Media sosial juga memungkinkan setiap individu bisa mengetahui hampir semua kegiatan aktivitas di sekitarnya. Era teknonogi sekarang ini bahwa memungkinkan orang tidak mempunyai privacy. Artinya, setiap aktivitasnya cepat diketahui oleh masyarakat umum. Hal ini tidak menganggap bahwa orang tak lagi punya privacy, hanya masalahnya lambat atau cepat apa yang disembunyikan akan segera diketahui banyak orang. Apalagi jika orang tersebut menjadi public figure.

Ambil contoh “perselingkuhan” yang dialami oleh Krisdayanti dengan Raul Lemos. Masyarakat menilai pasangan Anang Hermansyah-Krisdayanti adalah pasangan ideal. Tidak saja keduanya sering tampil bersama untuk bernyanyi dan melengkapi peran masing-masing, tetapi sering berperan mesra di hadapan publik. Namun demikian, perselingkuhan Krisdayanti dengan pengusaha Timor Timur bernama Raul Lemos akhirnya terkuak.

Tak terkecuali, media sosial juga membuat  individu terasing dari kehidupan sosial. Terasing di sini berarti kuantitas berkomunikasi secara sosial berkurang. Kalaupun ada komunikasi tidak lagi menggunakan komunikasi tatap muka, tetapi telah menggunakan perantaraan alat-alat komunikasi modern.

Seorang penulis misalnya ia akan dimanjakan dengan teknologi. Semua aktivitas bisa dilakukan di dalam kamar. Ketika ia ingin mengetahui berita-berita terkini ia cukup membuka internet, menyalakan televisi atau membaca koran yang sudah datang di pagi hari. Atau saat sekarang banyak koran yang sudah bisa dibaca lewat internet. Ia akan bisa mengetahui seluruh kejadian di dunia ini dalam waktu singkat.

Yang juga tidak kalah pentingnya adalah informasi “sampah” yang disusupkan.  Informasi sampah yang dimaksud di sini adalah informasi yang tidak mempunyai nilai berita (kalau dalam istilaha jurnalistik). Bisa juga informasi yang tidak mendidik atau informasi yang menurut penilaian orang tidak bermanfaat. Tentu saja tidak bermanfaat di sini multi tafsir. Namun demikian, sebuah informasi yang tidak memberikan kemanfaat banyak orang yang sebuah kemajuana masuk dalam kriteria informasi yang tidak bermanfaat.

Dalam media sosial informasi sampai sering kali muncul dalam status FB seseorang untuk menyebut contoh. Misalnya status yang isinya marah-marah, mendendam, misuh (kata tidak pantas), atau menjelek-jelekkan pihak lain.  Bisa juga twit (di twitter) seseorang yang juga tidak jauh berbeda.  Lihat misalnya akun @TrioMacan2000 yang mempunyai pengikut 141.000. Akun anonim ini sangat gencar  memprovokasi dan mengkritik keras lembaga KPK dan Abraham Samad.

Dalam pengamatan Syafiq Basri Assegaff (2012) menganggap akun @TrioMacan2000 pembohong. Sebuah akun dengan nama @kurawa menuding bahwa TrioMacan2000 dibayar sponsor tertentu. Sementara akun dengan nama @Foke_kumis mengatakan bahwa TrioMacan2000 adalah ”pemeras dan penyebar fitnah”.  Siapa yang benar dan siapa yang salah juga masih bisa diperdebatkan. Apakah @TrioMacan2000 atau @Foke_kumis juga belum ada bukti yang konkrit.
Lihat juga kasus yang juga menimpa Marwan Effendi, Jaksa Agung  Muda Pengawasan  (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagaimana ditulis dalam majalah Detik (2-8 Juli 2012). Kicauan  @fajriska dan  @TrioMacan2000 tentang Marwan muncul awal Juni 2012 ini. Dari tweet yang dihimpun akun @mang_ubed, @fajriska membeberkan kasus pembobolan BRI Segitiga senilai Rp  180,5 miliar itu dengan terpidana Hartono dan Rudy  Kartolo, bos PT Delta Makmur Ekspresindo (DME).
Rekayasa Komunikasi
Tak bisa dipungkiri, media sosial telah membawa sebuah rekayasa  sosial di masyarakat.  Media  sosial tidak saja menginformasi banyak hal, tetapi juga bisa memobilisasi masyarakat untuk mendukung dan tidak mendukung kelompok tertentu.  Ia bahkan masuk untuk merekonstruksi pemikiran manusia.
 Konflik yang melanda Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri berkaitan dengan korupsi di lembaga berbaju coklat tentang Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) membuktikan itu semua. Masyarakat banyak mendukung KPK karena Polri sudah menjadi common enemy (musuh bersama). Arogansi, kerugian yang selama ini diderita masyarakat seolah dituangkan dalam pembelaannya terhadap KPK (lepas dari memang terjadi korupsi di tubuh Polri). Nyata bahwa mobilisasi melalui media sosial sangat nyata kekuatannya.
 Kemudian, masyarakat menjadikan media sosial sebagai pengawas atas kasus-kasus di sekitarnya. Media sosial ibarat kepanjangtanganan masyarakat itu sendiri. Ia protes melalui media sosial yang jangkauannya sangat luas.   Inilah yang dikatakan sebagai rekayasa sosial itu.  Sebut saja rekayasa proses komunikasi.
(pernah dimuat tabloid Bestari, Oktober 2012)

Type rest of the post here

Comments :

0 comments to “Media Sosial Baru dan Rekayasa Komunikasi”