Selasa, Desember 02, 2008

Saatnya Humas atau Public Relations, Bukan Iklan

Dalam bukunya yang sangat bombastis, The Fall of Advertising and the Rise of PR, Al Ries & Laura Ries mengatakan, saat ini era periklanan sudah mati. Yang muncul kemudian adalah era PR. Anda misalnya, tidak dapat lagi meluncurkan merek baru dengan iklan semata, sebab iklan tidak punya kredibilitas. Anda hanya dapat meluncurkan produk baru dengan PR.

Mengapa? Dengan PR, Anda bisa menyampaikan kisah kepada pihak ketiga. Selain itu, PR lebih memberikan persepsi positif daripada kampanye iklan. Tak heran, jika semakin banyak iklan, semakin muak masyarakat. Merek-merek besar saat ini pun dibangun karena kejelian dan kelihaian dalam merencanakan kampanye PR. Artinya, dalam membangun merek sebuah produk tidak cocok lagi digunakan iklan semata. Iklan membutuhkan PR. Sedangkan PR tidak harus membutuhkan iklan.

Pernyataan Al dan Laura Ries di atas tentu tidak mengada-ada. Bukti di lapangan sudah banyak terjadi. Bahkan, ada satu persepsi yang berkembang di masyarakat bahwa iklan itu setengahnya adalah bohong. Misalnya, bagaimana mungkin sebuah iklan obat sakit kepala bisa menghilangkan sakit kepala hanya dalam satu menit? Meski anehnya, tidak sedikit masyarakat yang percaya. Namun, sejalan dengan tingkat pendidikan dan kecerdasan masyarakat, iklan produk yang hanya dikenalkan lewat iklan tentu akan dianggap informasi bohong. Apakah Anda mengenal Yahoo, Harry Potter dan Microsoft? Semua merek itu dibangun melalui PR dan bukan iklan.

Memang diakui, bahwa PR masuk ke benak masyarakat secara perlahan-lahan, tetapi pasti. Sementara iklan masuk ke benak masyarakat secara cepat tetapi tidak selalu pasti. Misalnya, masyarakat menggunakan barang yang diiklankan. Namun, setelah terbukti tidak sesuai dengan yang diiklankan, masyarakat bisa jadi akan meninggalkannya.

Beda lain antara iklan dengan PR adalah jika periklanan itu memelihara merek sedangkan PR membangun merek. Awalnya, sebuah merek harus dibangun dengan PR agar positioning-nya jelas. Setelah itu baru kita membutuhkan iklan untuk mempertahankan posisinya.

Manakah diantara merek dibawah ini yang sering Anda dengar? Cardinal Halth, Delphi Automotive, Ingram Micro, Lehman Brother Holdings, McKesson HBOC, Liant Energy Southern , Tosco, TIA CREF, Utilicorp United atau Microsoft? Tidak perlu diragukan lagi, bahwa nama Microsorf lebih akrab di telinga kita. Padahal sepuluh perusahaan selain Microsoft di atas jauh lebih besar. Tetapi, kesepuluh perusahaan tersebut tidak satupun yang membangun merek sebanding dengan Microsoft. Padahal, TIA-CREF beberapa tahun lalu pernah mempunyai pemasukan sebesar $38 milyar, sedangkan Microsoft hanya $23 milyar. Tetapi Microsoft adalah sebuah merek.

Bukan tidak mustahil merek yang sudah dibangun tersebut akan mendatangkan keuntungan yang semakin banyak di masa datang. Jadi, bukankah membangun merek itu sangat penting untuk kelangsungan hidup perusahaan di masa datang? Bisa dikatakan PR membangun brand image produk dalam jangka waktu lama, sementara periklanan dalam jangka pendek.
Ada sebuah survei yang diadakan oleh American Advertising Federation (AAF) tentang 1.800 eksekutif bisnis. Para eksekutif tadi ditanya pada departemen mana yang paling penting bagi keberhasilan perusahaan mereka. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa PR lebih dihormati daripada periklanan.

Lebih rinci hasil survei yang dilakukan AAF adalah sebagai berikut:

Pengembangan produk (29 persen)
Perencanaan strategis (27 persen)
Public relations (16 persen)
Periklanan (10 persen)
Penelitian dan pengembangan (Litbang) (4 persen)
Strategi keuangan (4 persen)
Hukum (3 persen)

Jadi apa yang dilakukan AAF tersebut semakin menjadi bukti kuat bahwa PR menjadi kegiatan yang sangat penting saat ini. Iklan punya kredibilitas kecil, sedangkan PR punya kredibilitas besar.

Mengapa pula, perusahaan yang sedang menghadapi masalah lebih membutuhkan PR daripada periklanan? Inilah poin penting yang semakin mengukuhkan munculnya era PR. Ini tidak berarti bahwa perusahaan tidak membutuhkan iklan, tetapi iklan tanpa didukung oleh kampanye PR yang cerdas justru akan mengantarkan produk kita menjadi bahan olok-olokan masyarakat.

Dalam konsep marketing kuno, kita dikenalkan dengan 4P (product, price, place dan promotion). Tapi sekarang, 4P itu sudah banyak ditinggalkan orang. Kita menyadari, 4P tidak begitu ampuh lagi untuk mendongkrak omzet penjualan. Maka, saat ini kita dikenalkan dengan 6P. Dua P yang lain adalah power dan public relations. Power sering diartikan dengan network (jaringan) yang dimiliki untuk mencapai pemasaran produk. Sedang kekuatan public relations merupakan bagian penting yang sering dilupakan orang. Begitu diyakininya, kekuatan public relations menyebabkan perusahaan-perusahaan kelas dunia merasa perlu untuk memanfatkan bidang ini.

Baca Lebih lengkap dalam: Nurudin, Hubungan Media, Konsep dan Aplikasi, Rajawali Pers, Jakarta, 2008.

Comments :

5 comments to “Saatnya Humas atau Public Relations, Bukan Iklan”

Wah tak goleki sampe mumetz, jebule nang kene to mas Nurudin... Salam hangat ^_^

Anonim mengatakan...
on 

By the way, it's a good post for communications community. I enjoy it. Congrat!

Anonim mengatakan...
on 

di internet, blog mampu berperan sebagai PR yang baik. mampu mengemas citra perusahaan atau produk secara efektif dan manusiawi. blog juga terbukti mampu meningkatkan awareness konsumen anda.
Salam ACTION!

Anonim mengatakan...
on 

saya di sini saja, pak Heru. terima kasih atas kunjungannya ya

Anonim mengatakan...
on 

Pak Joko, betul. Hidup Blog......

NURUDIN mengatakan...
on