Kamis, April 19, 2018

Donald Trump Sang Propagandis

Oleh Nurudin
(Harian Bhirawa, 18-12-2017)
Pernyataan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel terus berbuntut panjang. Sebenarnya, ide menjadikan Yerusalem sebagai ibukota Israel sudah ada sejak 1995, saat Kongres AS menyetujui regulasi pemindahan ibukota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.  
Beberapa presiden yang berkuasa sejak tahun 1995 menunda pemindahan ibukota,  tetapi secara terang-terangan mendukung tindakan militer Israel. Baru pada tahun 2017, ide pemindahan itu terwujud melalui presiden Donalp Trump.  Trump dengan segala kontroversinya mengeluarkan pernyataan yang jelas akan memancing konflik dan perseteruan di Timur Tengah umumnya dan dunia pada umumnya.

Banyak orang menyayangkan, tetapi lisan Trump sudah berbicara mengenai kebijakan luar negeri negaranya. Israel pun semakin brutal merebut tanah Palestina. Orang boleh mencaci, namun Trump adalah orang yang sedang melakukan propaganda untuk tujuan politik dan kepemimpinan Amerika di dunia. Desakan lobi Yahudi di Amerika juga tak lepas dari hal itu.

Propaganda
Orang yang paham tentang politik, akan mengatakan bahwa Trump memang sedang melakukan propaganda di dunia internasional. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk menguasai  pergulatan politik internasional.
Kaitannya dengan itu, tulisan ini akan mencoba menjelaskan bagaimana peran propaganda dalam usaha untuk memenangkan sebuah kompetisi politik. Bukan untuk menakut-nakuti tetapi agar kita semua tidak terjebak dengan sesuatu yang salah. Intinya, Trump memang sedang bermain.
Propaganda dimanapun dan kapanpun akan digunakan oleh seorang pemimpin politik dalam usaha memenangkan kompetisi. Bahkan tak jarang cara-cara propaganda buruk dilakukan untuk meraih ambisisinya.
Propaganda dalam sejarahnya adalah teknik berkomunikasi yang baik. Sebagai sebuah alat penyampai pesan, propaganda pernah dilakukan oleh Paus Gregorius XV. Paus mendirikan sebuah organisasi yang bertujuan mengembangkan dan memekarkan agama Katholik Roma pada tahun 1622. Pada tahun 1633 Pope Urban VII membentuk Congregatio de Propaganda Fide (The Congration of Propaganda). Badan ini merupakan usaha melaksanakan misi penyebaran agama Kristen. Bukankah cara-cara untuk mengajak pada kebaikan melakui agama di atas sesuatu yang baik?
Karena propaganda efektif dalam menyebarkan agama, maka para penguasa politik menggunakannya untuk memenangkan tujuan politiknya. Bahkan  di Jerman, Propaganda dilembagakan, sebagaimana era Paus Gregorius XV. Propaganda Adolf Hitler (Jerman) pernah membuat takut Amerika dan sekutunya. Namun demikian, keberhasilan Hitler dalam memenangkan ambisi politiknya ternyata diikuti oleh Amerika sendiri. Saat ini kita bisa melihat peran dari Donald Trump.

Warmongering
Seandainya benar bahwa Trump sedang melakukan  propaganda ke dunia internasional, maka Trump sebenarnya sedang menyulut konflik, bahkan perang. Dalam kajian propaganda sering disebut dengan warmongering  (propaganda yang menghembus-hembuskan perang). Hal demikian pernah dilakukan Hitler saat menginvasi Cekoslovakia dan Austria. Apa yang dilakukan Hitler ini tidak hanya menyulut perang, tapi sudah mengajak perang.
Tindakan Hitler di atas sebagai bentuk propaganda jaman dulu dengan langsung menginvasi. Saat ini usaha untuk menghembus-hembuskan perang bisa dilakukan dengan pernyataan. Saat konflik Palestina dan Israel belum ada titik temu -- sementara itu Amerika yang sebelumnya memang memihak Israel terus membantunya -- maka ia dianggap telah menghembuskan perang. Tidak itu saja, presiden negeri paman Sam itu justru tidak saja mengakui kedaulatan Israel tetapi membantu memperluas cakupan wilayah Israel yang sebenarnya bukan hanya milik negara itu.
Secara historis, propaganda perang yang dilakukan Trump ini wujud dari gerakan Zionisme Israel untuk mendirikan negara Yahudi merdeka di tanah Palestina. Zionisme muncul akibat pembelokan ideologi Yahudi dari spiritualisme religius ke nasionalisme Israel yang dicetuskan oleh pendiri Zionisme, Theodore Herzl.  Bahkan secara provokatif harian besar Israel Ediot Aharonoth (1972) pernah mengatakan, “Tidak akan ada zionisme, kolonialisme negara Yahudi, tanpa pengusiran orang Arab dan penyerobotan tanahnya” (Nurudin, 2001).
Melihat sejarah propaganda Israel dan pernyataan Trump, kita bisa petik beberapa catatan singkat; pertama, pahami bahwa Trump sedang melakukan propaganda. Trump dengan partai Republiknya tentu sedang memperkuat kuku-kuku kekuasaannya. Meskipun terlipih sebagai presiden, ia termasuk presiden yang kontroversial. Kondisi ini tentu sangat rentan ditentang oleh rakyat AS.
Di sisi lain, penguasa penting di Amerika adalah lobi Yahudi. Lobi Yahudi selama ini sangat berpengaruh di Partai Demokrat. Jika Trump kontroversial, bukan tidak mustahil ia akan ditentang tidak saja rakyat tetapi juga tingkat parlemen dan partai oposisi. Dengan mengatakan bahwa ia menyetujui Yerusalem sebagai ibukota Israel, ia berharap lobi Yahudi tetap mendukung kebijakannya. Dalam hal ini, Trump sedang memainkan kekuasaannya.
Trump juga sedang memainkan peran sebagai penguasa dunia. Dengan pernyataannya itu ia akan tahu sejauh mana pengaruhnya di dunia. Apakah ada banyak negara yang memprotes kebijakannya soal Israel? Seberapa besar kekuatan politik dunia yang menentangnya? Ia sedang mencoba melihat peta dengan memancing permasalahan terlebih dahulu. Jika nanti banyak yang menentang, dengan gampang ia akan menarik ucapannya. Namun, hal ini akan sulit dilakukan karena menyangkut kebijakan politik Amerika.
Kedua, tanah Arab pada akhirnya sangat mungkin akan direbut Israel. Asumsi ini tentu tidak mengada-ada. Sejarah perebutan tanah Palestina dan gerakan Zionisme untuk mengembalikan warga Israel dari seluruh dunia bisa dijadikan contoh. Sejarah juga mencatat sejak Deklarasi Balfour tanah Palestina semakin menyempit. Secara terang-terangan Isreal juga mencoba merebut dan membunuh warga Palestina yang ingin mempertahankan haknya. Apalagi AS memang barada di balik kepentingan Israel.
Perlu dicatat bahwa propaganda Trump telah menumbuhkan korban jiwa dan tumbal nyawa manusia tak terbilang. Bangsa Palestina yang terus dirundung malang akan terus mendapatkan tekanan sampai pengusiran dari tanah airnya.
Perlu dicatat lagi, bahwa Yerusalem adalah tanah suci tiga agama. Sebenarnya pula, persoalan Palestina bukan hanya persoalan umat Islam. Masalahnya, konflik Palestina-Israel menyeret atau sengaja diseret menjadi persoalan Amerika vis a vis umat Islam. Prasangka baik kita, bisa jadi karena selama ini yang menyuarakan perlawanan umat  dan bangsa Islam. Umat Islam merasa “dikibuli” oleh perilaku Amerika. Sangat berasalan jika konflik Palestina melibatkan umat Islam karena kebijakan luar negeri Amerika pada Timur Tengah selama ini memang merugikan umat Islam. Maka, musuh Amerika pasca komunisme adalah umat Islam.
Kita boleh memprotes ketidakadilan propaganda Trump pada Palestina, tetapi menyeret persoalan Palestina dengan hanya melibatkan umat Islam vis a via Amerika mendangkalkan masalah dan membutakan diri pada fakta.
Type rest of the post here

Comments :

0 comments to “Donald Trump Sang Propagandis”