Mudik lebaran tahun 2013 sangat berbeda
dengan lebaran-lebaran tahun sebelumnya. Rutinitasnya bisa jadi sama;
silaturahmi, pulang kampung halaman, mengenang masa lalu, meminta doa orang tua dan kerabat serta kegiatan kuliner.
Namun demikian, ada pemandangan lain yang mengusik mereka selama mudik lebaran.
Kalau kita amati di jalanan, mulai Anda
keluar dari kota domisili menuju kampung halaman banyak terlibat spanduk, baliho,
dan stiker ucapan lebaran dari para Calon Legislatif (Caleg) dan kandidat
kepala daerah. Informasi yang mengganggu itu tentu saja pasti dipenuhi dengan
foto disertai dengan ucapan, doa, dan pengingat
nomor urut sang kandidat. Seolah mereka itu
sangat peduli dalam memberikan dukungan dan perlindungan bagi para pemudik. Pemandangan
yang unik dan khas untuk mengenalkan sebuah “produk” bernama Caleg, namun cukup
mengganggu kenyamanan para pemudik.
Hak
Caleg
Jika kita melihat dari kacamata Caleg, perilaku
“promosi terselubung” itu bisa jadi
tidak masalah. Sebagai seorang kandidat yang ingin berhasil mereka akan
melakukan kegiatan apa saja untuk memenangkan “pertarungan”. Sebab, para Caleg
itu sudah menginvestasikan banyak dana untuk mencapi tujuannya.
Untuk mencapai itu semua, tak ada cara lain
agar profilnya dikenal masyarakat luas. Masyarakat yang punya hak pilih itu
dihadapkan pada banyak pilihan Caleg yang jumlahnya ratusan atau bahkan ribuan.
Kebingungan inilah yang coba dimanfaatkan oleh Caleg itu untuk meraih simpati.
Ada banyak cara yang dilakukan, pertama; mereka mengiklankan diri di
media elektronik. Cara ini sangat cepat untuk
mempopulerkan seorang kandidat, hanya biayanya sangat mahal. Untuk iklan di
televisi (meskipun televisi lokal) mereka harus menyiapkan dana untuk membuat
persiapan isi tayangan, posisioning program apa yang diandalkan dan di televisi
mana diiklankan serta berapa kali diputar.
Kedua, iklan media cetak.
Iklan cara ini juga masih agak mahal. Mahalnya hanya pada pemasangan di media
cetak itu dan berapa kali pasang serta di halaman berapa. Kalau soal membuat
desain tidaklah mahal.
Ketiga, membuat baliho,
spanduk, penempelan stiker di jalanan. Cara ini sangat murah dibanding dengan dua cara di atas. Mereka tinggal memesan di
jasa layanan pembuatannya kemudian menyuruh orang dengan membayar uang tertentu
untuk dipasang atau ditempel di pinggir jalan. Jadi Caleg itu tidak usah
repot-repot memasang sendiri, asal punya
uang semua sudah beres.
Caleg itu juga tidak terlalu berpikir dimana baliho
dan spanduk dipasang, pemasanganya melanggar aturan atau keindahan kota apa
tidak. Intinya, yang penting nama dia dikenal masyarakat luas. Semangat ini
hampir menghinggapi semua kandidat. Jadilah pemasangan baliho, spanduk, dan
stiker sangat semrawut (tidak
teratur) di pinggir-pinggir jalan.
Hak
Pengguna Jalan
Pemandangan yang semrawut atas spanduk, baliho, dan stiker saat puasa sampai pasca
Lebaran 2013 bisa disaksikan sendiri oleh para pengguna jalan. Isi “iklan” itu
sebenarnya bagus. Misalnya, ucapan selamat menjalankan ibadah puasa dan merayakan
hari raya Idul Fitri. Tetapi karena yang mengucapkan Caleg menjelang Pemilu
2014, semua jadi terkesan hanya akal-akalan terselubung. Tuduhan yang muncul,
niat hanya sekadar untuk mempopulerkan dirinya dengan kedok ucapan selamat.
Dari posisi ini hak pengguna jalan jelas
sangat terganggu. Tidak hanya mengurangi keindahan pemandangan saat mudik
tetapi juga hak masyarakat sebagai pemilik sah suara digiring sedemikian rupa.
Seolah mereka dianggap bodoh yang perlu diarahkan untuk memilih salon X dan tidak memilih calon Y.
Kenyataan ini juga dilegitimasi oleh partai
politik atau bisa jadi Caleg itu mengatasnamakan partai politik. Yang jelas
orientasi untuk mau menang menjadi prioritas utama dengan mengorbankan hak
masyarakat. Dalam posisi ini parpol dan Caleg hanya seolah-olah peduli dengan
keselamatan pemudik (misalnya ucapan semoga selamat sampai tujuan).
Tulisan ini bukan berpasangka buruk atas niat
baik parpol dan para Caleg. Masalahnya mengapa mereka sangat peduli hanya
menjelang Pemilu? Lebih konkritnya, mengapa mereka ingin dianggap populer saat
lebaran? Inilah masalah penting dimana hak-hak para pemudik diperkosa.
Kalau kita menanyakan pada parpol atau
kandidat, bisa jadi akan dijawab itu hak mereka sebagai warga negara. Memang
benar, mereka punya hak dengan cara apapun untuk mempopulerkan diri. Mereka
juga punya hak mengucapkan selamat berpuasa atau Idul Fitri layaknya masyarakat
umum. Yang tidak elok adalah cara melakukannya yang bisa jadi melanggar hak
masyarakat umum.
Tidak
Simpatik
Niat para Caleg itu bagus, ingin
mempopulerkan dirinya di masyarakat, namun demikian promosi saat Lebaran jelas
tidak simpatik. Mengapa? Pertama,
mereka akan dituduh sebagai orang yang hanya mau menang sendiri karena hanya
peduli pada masyarakat hanya saat membutuhkan. Giliran nanti tidak membutuhkan
mereka akan diam saja. Pengalaman selama ini membuktikan gejala seperti itu.
Bagaimana para Caleg dan kandidat kepala daerah sibuk turun ke bawah agar
dianggap peduli, sementara setelah menjabat lupa konstituennya. Intinya, peduli
hanya saat membutuhkan saja.
Kedua, cara promosi
melalui spanduk, baliho, stiker itu jelas tidak simpatik karena membuat
“muak”. Itu cara-cara yang tidak elok karena masyarakat sudah tahu tujuan sebenarnya.
Apalagi pemasangan promosi itu sangat mengganggu pemandangan di jalan-jalan.
Memang, orang tentu akan membaca dan mengenal Caleg (dan ini yang
dikehendakinya), tetapi jika ada kecelakaan gara-gara membaca spanduk
(misalnya), siapa yang bertanggung jawab?
Jika para Caleg tersebut yakin akan
kemampuannya sendiri tidak akan memakai cara-cara yang tidak elok seperti itu. Cara
semacam itu disamping tidak cerdas juga tak mencerdaskan masyarakat. Namun mengapa para Caleg itu tetap
melakukannya? Bisa karena realitas masyarakat kita masih seperti itu atau
memang ketidakpedulian Caleg pada pendidikan politik masyararakat.
Inilah catatan lebaran 2013 yang tersisa.
Makna lebaran telah direduksi oleh spanduk, baliho,stiker yang justru dilakukan
kalangan terdidik dan (mungkin) paham ajaran agama. Inilah risiko lebaran yang
kebetulan bersamaan dengan akan diadakannya Pemilu 2014.
Dimuat Harian Bhirawa, 20 Agustus 2013
Type rest of the post here
Comments :
0 comments to “Catatan Lebaran yang Tersisa: Lebaran 2013 Bersama “Caleg Jalanan””
Posting Komentar