Selasa, Januari 01, 2008

Republik Mimpi Vs Sofyan Djalil

Kebebasan pers bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk menciptakan masyarakat yang bebas. Cakupan dan hakikat jaminan konstitusional terhadap kebebasan pers harus dipahami dalam karangka ini (Felix Frankfurter)

Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Sofyan Djalil berencana akan mensomasi acara News Dot Com di Metro TV setiap hari Minggu yang menceritakan sebuah “Republik Mimpi”. Di mata menteri, tayangan parodi model seperti itu dianggap melecehkan tokoh nasional.
Bahkan secara terang-terangan Sofyan Djalil lebih suka melhiat acara Tukul Arwana dalam acara Empat Mata di Trans7 dibanding Republik Mimpi. Alasannya, Republik Mimpi tidak memberikan pendidikan politik yang bagus ke masyarakat. Padahal acara berita yang diformat dalam parodi tersebut pernah mendapat penghargaan sebagai acara talk show terbaik di Asia ketika masih ada di Indosiar dengan nama Republik BBM.

Kegalauan Pembantu Presiden
Sebagai Menkominfo era presiden SBY, Sofyan Djalil sudah melakukan beberapa kebijakan komunikasi. Tetapi, beberapa kebijakan yang dikeluarkan terkesan “hangat-hangat tahi ayam”. Sebut saja misalnya Peraturan Menkominfo Nomor II/P/M.Kominfo/7/2005 yang mewajibkan penyelenggaran siaran di Indonesia untuk menutup siaran setiap hari mulai pukul 01.00 sampai 06.00 waktu setempat. Peraturan itu hanya berlaku beberapa saat saja.
Tak terkecuali, kebijakan tentang keharusan pendaftaran kartu pra bayar. Pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) pernah mengeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) nomor 23/Kominfo/M/10/2005 tentang Kewajiban Registrasi Pengguna Kartu Pra Bayar dan Pasca Bayar. Dengan dikeluarkannya kebijakan ini, maka semua pengguna kartu harus melakukan registrasi mulai pertengahan Desember 2005 sampai 28 April 2006. Jika tidak didaftarkan, nomor itu akan dinonaktifkan. Namun kenyataannya, ketika ada nomer yang tidak didaftarkan juga tidak dikenai sanksi tegas apa-apa.
Kebijakan yang dikeluarkan Menkominfo selama ini terkesan tidak menyeluruh dan hanya untuk kepentingan sesaat. Oleh karena itu, somasi terhadap tayangan News Dot Com yang akan dilakukan pun bisa jadi tidak jauh berbeda.
Pak Menteri hanya merasa bahwa parodi yang ada dalam acara Republik Mimpi dianggap menghina tokoh nasional. Padahal tokoh-tokoh nasional yang diparodikan pun belum tentu tersinggung dengan acara tersebut. Djalil bisa jadi karena ketakukan atau kepatuhan dirinya pada SBY terlalu besar, untuk tak mengatakan “mencari muka”. Acara itu jika diteruskan akan merusak reputasi presiden, yang dampaknya Menkominfo akan kena getahnya pula. Kekhawatiran pak Menteri ini bisa jadi terlalu berlebihan.
Kita juga perlu tahu bahwa sebuah acara yang dilarang akhirnya akan menimbulkan perlawanan-perlawanan. Termasuk perlawanan dengan memunculkan acara-acara yang serupa dengan format yang berbeda. Melihat keseragaman acara di televisi selama ini, jika News Dot Com hilang, saya yakin akan muncul acara model seperti itu di lain waktu. Sebab, kenyataannya acara News Dot Com memang banyak digemari masyarakat.

Belajar dari Kasus Lain
Ada baiknya, Sofyan Djalil perlu belajar dengan legenda presiden Amerika yakni Abraham Lincoln. Lincoln adalah presiden yang tidak terlalu kaku dalam menanggapi setiap kritikan media yang dialamatkan kepadanya. Bahkan dengan caranya sendiri, media atau orang di balik media tersebut tunduk dengan sendirinya, bahkan tidak dengan jalan “melawan”.
Lincoln sangat peka terhadap para editor besar yang berpengaruh. Horace Greely dari Tribune di New York adalah wartawan yang paling kritis, dan terhadapnya Lincoln berusaha lebih sabar. Suatu ketika ada yang bertanya mengapa ia begitu sabar terhadap Greely yang tidak sabaran. Setelah menarik napas panjangn Lincoln menjawab: “Rasanya saya tidak bisa mengeluhkan hal itu. Ia berada di dekat saya paling tidak empat hari dalam seminggu” (Rivers, et.tal, 2004).
Apalagi News Dot Com dilihat dari sajian materi-materinya jelas bukan parodi yang “membodohi”. Ia parodi cerdas yang memang hanya bisa dipahami oleh orang-orang cerdas. Sebab, untuk melihat acara seperti itu dibutuhkan perangkat pengetahuan yang cukup. Dan ini tidak bisa dilakukan oleh masyarakat kebanyakan.
Jika Sofyan Djalil membandingkan dengan acara Tukul Arwana, memang acara ini banyak penggemarnya, tetapi jika kita mau jujur saja, tidak ada informasi berguna untuk pencerdasan masyarakat. Bahkan pertanyaan yang diajukan Tukul asal dikatakan. Orang yang menonton acara ini murni membutuhkan hiburan dan tidak memerlukan perangkat pengetahuan yang cukup. Yang penting bisa ikut ketawa karena keluguan Tukul dan eksploitasi terhadap bintang tamu yang diundang.
Sementara itu, acara News Dot Com berisi informasi-informasi terkini peristiwa yang selama ini terjadi. Jadi, disamping menyaksikan acara hiburan, penonton juga bisa mendapatkan informasi pengetahuan yang lain. Acara ini juga melatih masyarakat untuk cerdas karena ada gesekan-gesekan pembicaraan yang mempersuasi penonton atau pejabat yang dijadikan bahan kritikan.

Kontraproduktif
Selama ini, televisi dikritik karena hanya menyuguhkan hiburan semata. Neil Postman bahkan pernah mengatakan, televisi menghibur diri sampai mati. Ini sebuah sindiran paling dalam terhadap dunia televisi.
Apa jadinya kalau sajian acara yang ditayangkan televisi melulu hiburan? Masyarakat menjadi tidak cerdas, dan berbagai perubahan masyarakat akan berjalan linear. Tentu saja, acara televisi yang memberikan kritik pada pemerintah selalu membuat gerah pejabat yang dijadikan bahan kritikan. Tetapi, di sisi lain itu justru menjadi hiburan segar bagi masyarakat. Seseorang yang menjadi pejabat harus siap dijadikan sasaran kritik, dimanapun dan kapanpun. Itu penting dilakukan agar tidak terjadi stagnasi perubahan di masyarakat. Pejabat yang mempunyai pikiran bahwa kritikan menjadi penghambat bukan tipe pejabat yang mengabdi pada masyarakat tetapi mengabdi pada kekuasaan.
Apa yang menjadi kegalauan Menkominfo bisa dipahami. Somasi perlu disambut dengan baik karena ini memang hak warga negara. Tentu saja, sangat disayangkan jika somasi tersebut orientasinya untuk menggagalkan acara parodi berita yang paling populer itu.. Jelas, pemberangusan acara media disamping tidak simpatik untuk saat ini menjadi sinyal kuat kita tidak memahami hakikat kebebasan pers dan masih rendahnya pengetahuan kita tentang masalah-masalah kemasyarakatan dan kebangsaan.

Comments :

0 comments to “Republik Mimpi Vs Sofyan Djalil”