Selasa, Januari 01, 2008

Sinetron Remaja dan Menurunnya Wibawa Guru

Jika Anda penonton setia televisi, terutama sinetron, cobalah amati lebih jeli sinetron sebagai berikut; Guruku Cantik Sekali, Guruku Tampan Sekali, Jika Pacar Payah Banget. Atau sinetron remaja yang lain seperti Amanda, Opera SMU, Cinta SMU dan lain-lain.
Mengapa sinetron itu perlu dicermati? Sebab, meskipun sinetron jenis itu bisa menghibur, termasuk karena memotret pergaulan muda-muda masa kini, tetapi sinetron itu dianggap telah mempertontonkan perilaku yang kurang baik bagi anak didik dan persepsi tentang seorang guru. Paling tidak, ini jika kita amati beberapa adegan yang muncul sepanjang senietron tersebut, khususnya hubungan antara guru dengan murid.
Dilihat dari realitas penampilan sesungguhnya seorang guru kebanyakan, apa yang ditampilkan dalam sinetron itu ada kejanggalan. Misalnya, guru harus tampil cantik layaknya orang yang mau pergi ke pesta. Belum lagi dengan pakaian yang “lebih vulgar” dandanan yang menor dilengkapi dengan olesan alat kecantikan yang lengkap. Sungguh, dari segi penampilannya, guru disosokkan sebagai orang yang kaya, dilihat dari dandanan maupun atribut lain yang melekat. Padahal realitasnya jelas belum tentu seperti itu.
Contoh lain adalah dalam soal penyelesaian kasus antara yang melibatkan seorang. Dalam sebuah sinetron remaja pernah dipertontonkan kasus ketika ada seorang murid yang terlambat hadir di kelas. Apakah guru itu bertanya secara baik-baik lalu mempersilakan murid itu duduk? Ternyata tidak. Guru itu membentak-membentak, marah-marah lalu mengusir murid yang terlambat itu. Mengapa tidak bertanya bertanya kenapa mereka terlambat? Misalnya jalanan macet, bangun kesiangan atau ada masalah lain di keluarganya sehingga ia harus terlambat.
Itu belum seberapa kalau menyangkut cinta moyet diantara para murid. Ketika ada adegan ciuman antara murid perempuan dengan laki-laki sang guru marah-marah dan “mengadilinya” secara judes. Mengapa tidak ditanyakan baik-baik? Atau jangan-jangan perilaku itu justru dipertontonkan oleh gurunya yang cantik, dandanan menor dan banyak guru lain atau orang lain yang menaruh hati.
Belum lagi bagaimana seorang murid dengan sangat berani mengatakan cintanya pada sang guru. Dengan kata lain, murid itu mengatakan kalau dia jatuh cinta pada guru. Bagaimana mungkin seorang murid berani bertindak kurang ajar seperti ini? Jelas ada kejanggalan-kejanggalan dalam sinetron remaja kita. Meskipun, hal demikian memang terjadi dipergaulan mereka, tetapi tidak bis digeneralisasi.
Terancamnya Wibawa Guru
Beberapa adegan yang dipertontonkan dalam sinetron remaja kita, khususnya yang menyangkut hubungan anatara murid dengan guru, bisa ditarik benang merah sebagai berikut; pertama, merosotnya wibawa guru. Guru yang harus ditempatkan murid sebagai suri teladan sudah kehilangan wibawa. Bagaimana seorang Amanda (diperankan Agnes Monica) dengan seenaknya berbicara pada guru sambil mengunyah permen? Atau bagaimana logikanya seorang murid yang dimarahi gurunya justru tidak ditanggapi dengan sikap menunduk dan merasa beralah akibat kesalahan, tetapi seolah malah menantang dengan memelototkan matanya?
Wibawa guru memang sedang dipertaruhkan dalam sinetron itu. Bisa jadi itu dicontohkan oleh gurunya. Misalnya, guru seharusnya bisa membawa diri, berperilaku baik. Tetapi dalam adegan sinetron justru sang guru memperlihatkan contoh yang menurut mereka tidak baik. Sang guru itu mempunyai dua istri, bisa jadi istri simpanan. Dan kasus ini diketahui oleh murid-muridnya. Ketika murid dimarahi, gurunya itu malah ditantang akan dibeberkan kasus gurunya yang punya dua istri terebut.
Kedua, Proses Belajar Mengajar (PBM) mengalami degradasi sedemikian rupa. Seorang guru selalu dilekati sifat sabar dalam menghadapi anak didiknya. Dari kasus kecil hingga besar, sang guru harus bisa memberikan nasihat sebaca baik-baik, baru kalau memang sudah dianggap keterlaluan diberikan sanksi. Tentunya sanksi ini pun sifatnya harus mendidik. Bukan pada tempatnya ketika seorang murid terlambat sekolah, dimarahi lalu diusir ke luar ruang kelas seperti yang diperlihatkan dalam sinetron remaja kita. Bukankah akan lebih baik ditanya mengapa dia terlambat, lalu diberikan sanksi tertentu kalau perlu.
Termasuk di sini, ketika seorang anak didik nakal bukan lantas dikeluarkan dari sekolah. Para orang tua sengaja menyekolahkan anak-anaknya agar bisa menjadi anak yang lebih baik. Jika kemudian diusir, terkesan tak ada tanggung jawab guru pada muridnya. Meskipun bisa juga kasus kenakalan itu disebabkan oleh lingkungan dirinya atau keluarganya.
Serba sulit memang. Sebab, biasanya orang tua cenderung cuci tangan dalam kasus ini, meksipun kenakalan murid itu lebih disebabkan oleh perilaku orang tuanya. Guru sering dijadikan “kambing hitam”, tetapi bukan lantas guru ikut cuci tangan juga.
Jelas apa yang dipertontonkan perilaku guru-murid dalam sinetron remaja kita sudah sedemikian mengkhawatirkan. Jangan-jangan nanti banyak anak didik yang meniru perilaku murid yang ada dalam sinetron tersebut. Atau jangan-jangan guru yang semula berpakaian sopan, bedakan tidak terlalu menor berubah menjadi “selebritis” lokal. Kalau begini keadaaannya, bisa jadi rumah tangga guru juga dalam keadaan terancam. Tidak saja membingungkan suami dan anak-anaknya, tetapi juga kehidupan ekonomi keluarga. Sebab, gaji guru di Indonesia masih di bawah batas standar. Jangan-jangan pula, guru akan lebih mementingkan penampilan daripada funssi dirinya sebagai pendidik dan seorang ilmuwan.
Terus Bagaimana?
Apa yang terjadi dalam sinetron remaja kita jelas membutuhkan penyelesaian segera. Alasannya, agar nanti TV tidak dituduh sebagai pihak yang merusak harmonisasi masyarakat. Paling tidak, sebelum sinetron dibuat (terutama menyangkut kehidupan guru-murid) perlu dilakukan riset tentang kehidupan guru dan murid-murid itu sendiri. Penulis scenario sudah seharusnya mengadakan observasi di lapangan secara detail sebelum menulis naskahnya. Alasannya, agar nanti tidak terjadi kejanggalan dan sebab lain yang merusak di masyarakat.
Anehnya, tidak banyak para pembuat skenario itu yang mau berpayah-payah melakukan riset. Mereka sudah banyak yang tergiur dengan komersialisasi sinetron. Apakah tidak boleh? Sebenarnya tidak masalah. Yang jadi masalah adalah mengubah citra guru seenaknya saja hanya untuk menuruti selera pasar semata.Jadi, pembuat skenario memang menduduki posisi “bisa salah” dalam hal ini. Bintang film sekedar melakonkan apa yang sudah digariskan dalam skenarionya. Mereka tinggal melakoni, terkenal dan dibayar. Apakah nanti sinetron itu punya dampak tidak baik di masyarakat jarang yang menjadi bahan pertimbangan mereka. Inilah cacatan buram sinetron remaja kita.

Comments :

0 comments to “Sinetron Remaja dan Menurunnya Wibawa Guru”