Sabtu, Oktober 03, 2009

Facebook, Tuhan Baru Masyarakat Modern?

“Pemkot Surabaya mulai gerah atas banyaknya pegawai negeri sipil yang online di Facebook dan Yahoo! Messenger (YM). ''Candu'' dua sarana perkawanan dunia maya itu dirasa begitu kuat, sehingga menurunkan kinerja aparat. Yang paling nyata, traffic internet di lingkungan pemkot ''disedot'' habis-habisan oleh dua situs tersebut” (Jawa Pos, 5/9/09).

Kalau Anda punya Facebook (FB) dengan jaringan pertemanan yang luas, akan menemukan kasus memukau pada bulan Ramadhan ini. Coba sekali-kali amati tulisan di status teman-teman Anda. Dalam status mereka, tak jarang ada doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan. Salah satu contohnya begini, “Mohon ampunanMU, aku masih berniat memperbaiki semua, bantu aku menjalani semua proses ini ya Allah”. Intinya, FB dijadikan sarana untuk memanjatkan doa. Itu belum termasuk kata-kata singkat, “habis sholat malam”, “mau tadarusan” , “Hari kelima puasa baru dapet 6 juz. Alhamdulillah, tapi masih kurang banyakkkkkk......” dan lain-lain.

Apa yang dilakukan pada FB-er (sebutan untuk para pengguna FB) seolah menjadikan FB sebagai Tuhan. Mengapa itu bisa terjadi?

Realitas Tuhan
Tuhan (dalam arti monoteisme) adalah tempat bergantung manusia. Dialah sesembahan dan tujuan akhir manusia untuk mencari tujuan hidup. Tuhan didudukkan sebagai sesuatu yang paling tinggi diantara semua hal. Intinya adalah Tuhan adalah tempat bergantung manusia.

Tentu saja, tidak semua manusia percaya adanya Tuhan. Meskipun begitu, Tuhan tetap memberikan kasih sayangnya pada mereka yang tak bertuhan sekalipun. Kasih sayang tak terbatas pada hanya pada mereka yang percaya Tuhan saja.

Bagi mereka yang percaya Tuhan, akan menjadikan Tuhan sebagai sebab utama. Dialah yang menjadikan dan dialah yang mengakhirkan. Manusia mungkin sudah berusaha, tetapi semua akan diserahkan pada Tuhan. Bahkan pada Tuhanlah mereka memohon petunjuk, berdoa, dan mengeluhkan segala persoalan hidup karena usaha manusia yang memang serba terbatas.

Tuhan memang tidak satu. Tuhan itu banyak dalam artian tempat bergantung manusia. Sementara Tuhan dalam ajaran monoteisme tetap satu, yakni sang Causa Prima (sebab awal). Sebagai tempat bergantung manusia, ada manusia yang menjadikan nafsu sebagai Tuhannya. Dalam perilakunya sehari-hari manusia ini selalu menuruti hawa nafsunya. Semua diabdikan untuk menyalurkan nafsu tersebut. Dalam posisi ini, manusia tersebut menjadikan nafsu sebagai Tuhan. Ada juga manusia yang menjadikan uang sebagai Tuhan. Jika ada manusia yang selalu mengukur sesuatu berdasarkan uang, orientasi hidup hanya untuk mencari uang, maka nyata ia telah menjadikan uang sebagai Tuhannya.

Realitas FB
Tidak sedikit diantara pada FBer sangat tergantung kehidupannya pada FB. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Bahkan ada yang terbangun dini hari membuka FB. Apalagi sekarang “berFBria” sangat mudah dinikmati dengan Hand Phone (HP). Macam-macam yang mereka dilakukan, dari soal mengubah status (ini yang sering), mengisi kuis, mengomentari status teman-temannya, sampai iseng-iseng mengetag (menandai) foto dirinya agar diketahui semua teman-temannya.

FB adalah tipe situs jaringan yang membuat aktif penggunanya. Ini sangat berbeda dengan Friendster (FS) yang muncul sebelumnya. Dalam FS, setiap komentar yang ditanggapi oleh teman-teman kita tidak diberitahukana oleh situs tersebut. Sementara dalam FB semua yang dilakukannya diberitahukan kepada pengguna. Jadi kalau kita mengomentari status teman, maka komentar teman yang punya status atau orang lain yang juga mengomentasi status teman kita itu bisa diketahui. Antar pengguna bisa berkomunikasi secara interaktif. Inilah kelebihan FB. Dalam FB juga bisa melakukan chatting layaknya Yahoo Messenger (YM).

Tak heran, jika para user sangat tergila-gila dengan FB. Bahkan di manapun menggunakan FB; di dalam kendaraan, di kampus, di tempat tidur, bahkan di dalam WC. Tak heran karena menariknya situs ini banyak perusahaan dan lembaga pemerintah melarang karyawannya menggunakan FB seperti yang terjadi pada Pemkot Surabaya. Alasannya, FB mengurangi produktivitas. Para karyawan tidak mau bekerja, tetapi justru “berFBria”. Bahkan itu juga terjadi pada anggota legislatif saat rapat atau aktivitas lain di gedung dewan.

Ketika para user itu putus cinta, misalnya, mereka tumpahkan dengan menulis status dalam FB. Mereka yang sedang gembira juga tidak berbeda. Bahkan sekadar hanya meminta saran tentang persoalan yang dihadapi, mereka memanfaatkan FB sebagai alatnya. Pokoknya, FB adalah alat yang bisa menyelesaikan semua persoalan hidup.
Di sinilah para user itu sangat tergantung sekali pada FB. Coba tanyakan pada mereka yang sudah kecanduan FB, apakah mereka kuat menahan tidak membuka FB dalam satu hari? FB sudah mempengaruhi hidup mereka. Apa pun akan dilakukan agar bisa FB-an. Sungguh, sebuah fenomena baru dalam masyarakat modern. Sangat mungkin dalam pikirannya, file-file tentang FB melebihi file persoalan yang lain.

Tuhan Baru
Apa yang dilakukan pada FBer sama persis dengan ajaran agama. Agama mengajarkan, agar manusia selalu mengingat Tuhannya, dimanapun dan kapan pun. Jika pikiran manusia terus menerus pada FB, tak heran mereka (seolah) sudah menjadikan FB sebagai “Tuhan Baru” dalam hidupnya. Alasannya, FB telah menjadi tempat bergantung manusia agar tidak terombang-ambing hidupnya, sama dengan agama bukan?

Kalau manusia sudah menggantungkan dirinya pada hal lain yang sama dengan Tuhan, bisa jadi dalam tubuh manusia itu telah bersemi "Tuhan Baru” di luar keyakinan pada Tuhannya. Mungkin manusia itu tak merasa, mereka telah menjadikan FB sebagai "Tuhan Baru''. Baginya, bisa jadi Tuhanya tetap Allah swt, misalnya, namun tingkah lakunya sehari-hari atau ketergantungan pada FB telah mengikis kepercayaan pada Tuhan.
Melalui agama yang diturunkan Tuhan, manusia diarahkan, dituntut, bahkan "diharuskan'' untuk melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu yang lain.

Intinya, manusia menjadikan referensi utamanya pada agama dalam kehidupan sehari-hari. Ketergantungan yang demikian besar manusia pada agama merupakan ciri pokok manusia religius. Bagaimana jika manusia telah menjadikan FB sebagai Tuhannya?
Masalahnya, Tuhan baru yang dijadikan referensi hidup itu akan mengikis nilai-nilai ruhani manusia. Nilai-nilai transendental yang selama ini diajarkan oleh agama Tuhan, akan mengalami degradasi. Sebab, manusia sudah menggantungkan hidupnya pada FB.

Mereka berdoa tidak lagi pada Tuhan, tetapi lewat FB. Mengapa berdoa saja harus diketahui orang lain? Memang benar-benar berdoa atau hanya sekadar riya’? Bisa jadi, harapannya, dia menulis doa pada status FB agar diamini oleh para user. Tapi itu sama saja dengan seseorang berdoa dengan suara keras di tengah alun-alun agar orang yang melihatnya mengamini. Tapi jangan-jangan hanya cacian saja yang didapatkan karena dianggap memutarbalikkan hakikat doa? Jadi, jika aktivitas FBer seperti yang digambarkan di atas, mereka sedang membuka peluang tumbuhnya “Tuhan baru” dalam dirinya. Wallahu A’lam.

Comments :

7 comments to “Facebook, Tuhan Baru Masyarakat Modern?”

Tulisan menarik. Tapi pada paragrap terakhir, saya pikir lebih baik berdoa daripada mengisi status dengan, "Saya sedang makan ikan," misalnya.

Terlepas riya atau tidak, memberi tahu doa masih lebih baik daripada memberi tahu dirinya sedang makan, sedang jatuh cinta atau sebagainya.

Siapa tahu doa di status Fb ditiru dan diamalkan bagi pembacanya. Toh bisa mendapat pahala. Namun, kalau makan saja dikasih tau, itu jelas riya. Tulisan ini sdikit menjustifikasi.

Mudah-mudahan penulisnya tidak gemar FB. Karena munafik sekali bila menulis ttg fb, tapi gemar fb. Salam sukses

Linda

Unknown mengatakan...
on 

Hehe, menarik nih tulisan Pak Dosen. Kalau benar bahwa orang-orang yang menuliskan doa lewat status di FB itu berdoa kepada "tuhan baru FB" sebagaimana tuduhan Anda, ya bisa dimengerti. Soalnya, kadang-kadang, jawaban bisa mereka peroleh seketika dalam bentuk comment susulan. Tak seperti ketika berdo'a sungguh-sungguh yang enggak tahu kapan dijawab Tuhan hehehehe...

Tapi, ini serius, barangkali tak semua orang yang menuliskan doa di status FB mereka bermaksud riya. Banyak orang memandang FB sekadar sebagai buku harian. Mereka mencatat semua yang terlintas di pikiran, perasaan, dan tindakan. Perkara orang lain sebenarnya ikut membaca, tak begitu mereka hiraukan.

Kemungkinan lain, pengguna FB seperti itu menganggap teman di FB seperti teman atau keluarga sungguhan yang sah-sah saja sebagai tempat curhat. Kepada sahabat atau saudara dekat, kadang kita tak bermaksud pamer ketika bilang tengah memanjatkan doa ini itu.

Bagi saya pribadi, status di Facebook yang berisi doa maupun sekadar pengumuman "saya sedang kentut" tak ada bedanya. Ini sebuah gejala komunikasi baru dan menarik sebagai kajian akademis. Belum pernah ada dalam sejarah umat manusia seseorang bisa bilang "saya sedang kentut" atau "saya sedang berdoa" dan bisa dibaca ratusan atau ribuan orang lain secara serentak seperti sekarang.

---
hasbim

Anonim mengatakan...
on 

@linda: yang jelas dan pasti penulisnya gemar FB-an. sebab, tanpa mengamati FB, akan sangat susah untuk menulis FB, nanti dikira Omdo (Omong doang he he. buat tulisan untuk mengkonter tulisan itu dong....yang jelas saya sudah berusaha memulai (dengan cara saya) untuk menggelitik orang menulis. (anehnya, berdasar pengamatan saya, tak sedikit yang riya. semoga Linda bukan termasuk yang itu, dan menjadi orang yang bisa menebar kebajikan. jika begitu, tulisan itu sasarannya orang lain.  bukan begitu?@hasbim: boleh2, setubuh, eh setuju ding. ulasan yang menarik bener. ayo dong dibuat tulisan, biar bahasan tentang itu lebih menarik. ok?

Nurudin mengatakan...
on 

Menuhankan FB??
saya nggak lho pak,,
wong saya kadang2 suka "misuh" di FB (status)hehehehehe
tapi kalau dengan Tuhan,mana berani saya gitu..hehehehe

Yanuar Catur mengatakan...
on 

may be yes...??
may be no...??

Saya juga facebookers, tapi FB tidak pantas disamakan dengan Tuhan. apapun fenomena yang terjadi di FB terkait dengan do'a dan segala macam yang berkaitan dengan agama, saya yakin tidak ada niat sedikitpun dalam hati FBer muslim untuk menjadikan FB sebagai Tuhan baru atau semacamnya. mungkin di FB-lah para peselancar dunia maya bisa ungkapin pengalaman-pengalaman sederhana dalam hidupnya. dan untuk status yang berisikan do'a, tentu saja itu buat Tuhan. kalau cara orang berdo'a tidak boleh ditunjukan pada orang lain, berarti dakwah yang sering saya dengar di masjid tentang bagaimana orang beriman berdo'a pada Tuhannya harus dicegah juga dong.
Tapi saya kagum dengan bapak saat menyampaikan kuliah di kelas. saya penggemar bapak. semangat terus pak...!!!!!

syem mengatakan...
on 

Titip Link http://muhammadiyahmalang.blogspot.com/

Muhammadiyah Malang mengatakan...
on 

riya atau tidak itu kan tergantung niat sipelaku....lagian siapa kita yang bisa membaca niat dalam benak sipelaku...atau jangan2 itu hanya perasangka kita saja yang menuduh itu riya??? jangan suudzon dengan perbuatan orang lain, klo ada orang bersedekah dan diketahui orang banyak apakah itu langsung kita bis nge-"judge" itu riya??? siapa tau niat-a biar orang lain juga mengikuti, sehingga yang bersedekah juga jadi banyak.

jangan lah energi kita terbuang dengan berperasangka yang belum tentu benar kebenarannya (mengatakan riya), mungkin lebih baik kalo kita meng-amini-a....

rambut boleh sama hitam, hati orang siapa yang tahu

wallahualam....

Unknown mengatakan...
on