Selasa, April 30, 2013

Opini Publik Sebagai The Fifth Estate

Dalam kurun waktu lama, masyarakat kita telah dibuai dengan opini publik (public opinion). Artinya, kecenderungan perilaku, kepercayaan atas sebuah kejadian sampai “penghakiman” atas peristiwa didasarkan pada opini publik. Dengan contoh yang lebih konkrit bisa dikatakan begini, masyarakat kita percaya bahwa Anas Urbaningrum benar-benar sebagai tersangka atau tidak atas kasus Hambalang tergantung dari opini yang berkembang. Ibas ”dihakimi” diduga menerima uang 200 ribu dollar AS juga tak jauh berbeda.

Readmore »»

Literasi Media Menjelang Pemilu

Tidak bisa dipungkiri kalau media massa telah berjasa dalam memberitakan dinamika politik menjelang Pemilu. Politik menjadi hiruk pikuk bak pesta para politisi. Sementara masyarakat menontonnya dari luar ruangan. Namun demikian, tanpa disadari hiruk pikuk yang dikonstruksi media massa tersebut justru tidak mencerdaskan masyarakat.  Masyarakat (terutama penonton televisi) bisa jadi, menjadi semakin bingung mengapa tayangan politik banyak mengulas politisi  X secara positif, sementara untuk politisi Y diberitakan serba negatif.


Readmore »»

Rabu, April 24, 2013

Matikan Televisimu Jelang Pemilu

TELEVISI dan politik sama-sama dibutuhkan masyarakat. Saat ini dua instrumen itu memengaruhi segenap kehidupan masyarakat, apalagi menjelang pemilu. Politik berurusan dengan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara atau bagaimana mengelola negara, sementara televisi menjadi daya tarik sebagai reflektor dinamika politik. Politik tanpa televisi ibarat keinginan tanpa nafsu, televisi tanpa politik ibarat makan pecel tanpa sambel. Televisi semestinya memediasi kepentingan negara dengan kepentingan masyarakat.


Kekuatan televisi itu kemudian justru dimanfaatkan (atau disalahgunakan) orang-orang tertentu untuk tujuan politik. Satu persoalan yang mencekam dari televisi ketika sudah ada koalisi dengan politik adalah soal isi atau kontennya. Bahasa dan tayangan yang ditampilkan televisi harus dipahami sarat kepentingan. Ini penting diketahui agar kita tidak "sakit hati" ketika menyaksikan tayangan televisi yang berat sebelah, memihak, atau memojokkan pihak-pihak tertentu.



Dalam kacamata Michael Foucault, bahasa tidak pernah netral, penuh dengan muatan-muatan tertentu. "Language as a discourse is never neutral and is always laden with rules, privileging a particular group while excluding other" (Syahputra, 2013). Dengan kata lain, bahasa-bahasa, tayangan yang dihasilkan televisi tidak berdiri sendiri. Ada lingkup yang memengaruhi proses produksi pesan televisi. 


Readmore »»

Kudeta dan Media


Isu kudeta yang digulirkan elite politik dan disiarkan media massa ternyata mempunyai dampak yang luar biasa. Tidak saja para pejabat tinggi yang memberikan komentar menyangkal adanya kudeta itu, tetapi juga masyarakat yang harap-harap cemas.  Kecemasan masyarakat itu beralasan, harga kebutuhan sehari-hari, seperti bawang, melonjak naik, bagaimana jika terjadi kudeta? Pemikiran pragmatis memang, tetapi nyata terjadi.

Mencermati isu kudeta memang penting. Tetapi, isu itu tidak akan mempunyai harga sama sekali kalau tidak ada peran media. Dengan kata lain, menjadi penting dan berharga atau tidak isu kudeta itu sangat ditentukan bagaimana media mengemasnya. Mengapa media? Mengapa presiden perlu mengatakan bahwa ada sekelompok orang yang akan mengguncang pemerintahannya kepada media massa?

Readmore »»

Senin, Januari 14, 2013

Media Sosial Baru dan Rekayasa Komunikasi


     Political Wave, sebuah lembaga pemantau media sosial,  menemukan dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di media sosial sosial seperti Twitter, Facebook, YouTube, blog, forum dan situs-situs berita online tak kalah besar dibanding dukungan secara fisik. Lembaga itu juga mencatat  adanya gelombang yang terus meningkat yang merepresentasikan menguatnya dukungan masyarakat terhadap KPK.
Beberapa hashtag atau tagar yang pernah populer digunakan  adalah #SaveKPK, #PresidenKemana, #SaveNovel, #BersihkanPOLRI, #SavePolri dan  #TolakRUURevisiKPK.
Bahkan akun selebritis juga cukup aktif membicarakan topik itu   antara lain @addiems, @melaniesubono, @lukmansardi, @pandji dan @sudjiwotedjo. Itu berarti, banyak netizen yang mengirimkan pesan mengenai #SaveKPK lebih dari 4 kali, bahkan sampai puluhan kali, menandakan tingginya aspirasi masyarakat. Pesan mengenai #SaveKPK berpotensi menjangkau sekitar 9.433.741 netizen.

Readmore »»

Twitter

Followers

Statistik

Adakah nama Anda di sini?


 

Google Analytics