
Selasa, April 30, 2013
Media Massa dan Debat Cagub

Opini Publik Sebagai The Fifth Estate

Readmore »»
Literasi Media Menjelang Pemilu

Readmore »»
Rabu, April 24, 2013
Matikan Televisimu Jelang Pemilu

Kekuatan televisi itu kemudian justru dimanfaatkan (atau disalahgunakan) orang-orang tertentu untuk tujuan politik. Satu persoalan yang mencekam dari televisi ketika sudah ada koalisi dengan politik adalah soal isi atau kontennya. Bahasa dan tayangan yang ditampilkan televisi harus dipahami sarat kepentingan. Ini penting diketahui agar kita tidak "sakit hati" ketika menyaksikan tayangan televisi yang berat sebelah, memihak, atau memojokkan pihak-pihak tertentu.
Dalam kacamata Michael Foucault, bahasa tidak pernah netral, penuh dengan muatan-muatan tertentu. "Language as a discourse is never neutral and is always laden with rules, privileging a particular group while excluding other" (Syahputra, 2013). Dengan kata lain, bahasa-bahasa, tayangan yang dihasilkan televisi tidak berdiri sendiri. Ada lingkup yang memengaruhi proses produksi pesan televisi.
Kudeta dan Media
Isu kudeta yang digulirkan elite politik dan disiarkan media massa ternyata mempunyai dampak yang luar biasa. Tidak saja para pejabat tinggi yang memberikan komentar menyangkal adanya kudeta itu, tetapi juga masyarakat yang harap-harap cemas. Kecemasan masyarakat itu beralasan, harga kebutuhan sehari-hari, seperti bawang, melonjak naik, bagaimana jika terjadi kudeta? Pemikiran pragmatis memang, tetapi nyata terjadi.
Mencermati isu kudeta memang penting. Tetapi, isu itu tidak akan mempunyai harga sama sekali kalau tidak ada peran media. Dengan kata lain, menjadi penting dan berharga atau tidak isu kudeta itu sangat ditentukan bagaimana media mengemasnya. Mengapa media? Mengapa presiden perlu mengatakan bahwa ada sekelompok orang yang akan mengguncang pemerintahannya kepada media massa?
Langganan:
Postingan (Atom)