Senin, Januari 29, 2018

Pilkada Jatim Tanpa Isu SARA

Oleh Nurudin
(Harian Bhirawa, 9 Januari 2018)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan  melibatkan 17 pemilihan Gubernur, 115 Bupati, dan 39 Walikota tahun 2018 ini sangat menyedot perhatian  masyarakat. Beberapa alasannya antara lain; pertama, Pilkada menjadi salah satu tolok ukur dan indikator untuk menyambut Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019. Tak heran, jika Parpol yang berkepentingan pada tahun 2019 sangat ambisius untuk memenangkan persaingan.
Kedua, Pilkada tahun ini masih diwarnai sisa-sisa peseteruan Pilpres 2014 yang membuat bangsa ini terbelah menjadi 2 bagian, antara pendukung dan penolak presiden terpilih (2014). Polarisasi 2 kelompok masyarakat itu terus riuh sampai sekarang. Bahkan bisa dikatakan, Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 menjadi titik kulminasi perseteruan dua kubu itu. Maka, berbagai upaya dilakukan masing-masing pihak untuk ikut memenangkan persaingan.
Readmore »»

Donald Trump dan Komodifikasi Pesan Politik


Oleh Nurudin
Bontang Post, 21 Desember 2017

Pernyataan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel menyentak dunia. Tidak saja karena konflik Palestina-Israel yang terus berkepanjangan, tetapi usaha untuk mendamaikan kedua negara itu dan kawasan Timur Tengah akan semakin sulit. Bagaimana pun juga Trump sudah mengeluarkan pernyataan, sementara masyarakat dunia dibuat sibuk dari buntut pernyataanya itu.
Sebagai seorang presiden, pernyataan tersebut tentu bukan sesuatu yang dikatakan spontan. Trump tentu sudah berhitung bahwa pernyataannya akan menimbulkan kontroversi. Sebagai sebuah negara yang merasa menjadi polisi dunia, ia seolah merasa bisa berbuat apa saja.
Tulisan ini tidak akan membahas apa dampak dari pernyataan presiden dari partai Republik itu, tetapi akan mengamati dari sisi pesan komunikasi politik. Tidak bisa dipungkiri, apa yang diucapkan itu bentuk lain dari komodifikasi pesan komunikasi dalam usaha meraih kekuasaan  politiknya.
Readmore »»

Selasa, Oktober 31, 2017

Undang-Undang itu Mencerminkan Watak Rezim



     
         UU nomor 2 tahun 2017 menimbulkan pro dan kontra. Artikel ini tidak menganalisis pro dan kontra yang sudah politis itu, tetapi melihat dari sisi lain. Bahwa  produk aturan yang dikeluarkan negara mencerminkan watak pemerintahnya. Bahkan UU itu termasuk alat negara untuk mengendalikan dan mengatur kehidupan masyarakat. Bahkan UU dan aturan lain itu mencerminkan watak sebuah rezim
Readmore »»

Jumat, Oktober 27, 2017

Selamat Datang, Masyarakat Era Tahun 1930-an




Belakangan ini, saya sedikit risau dengan hiruk pikuk pembicaraan di masyarakat. Betapa masyarakat kita sangat riuh dengan hal yang sifatnya remeh-temeh dan tak subtansial berkaitan dengan isu di sekitar kita. Lihat saja isu soal pribumi, sebelumnya ada istilah populer ndeso, PKI, bani serbet, bumi datar, dan istilah-istilah lain yang cenderung sarkastis.

Kemudian, saya membuka buku karangan saya berjudul Pengantar Komunikasi Massa.  Saat membuka teori komunikasi massa, saya sempatkan membaca bagian yang membahas teori peluru (bullet theory) atau juga dikenal dengan teori jarum hipodermik (hypodermic needle theory). Setelah itu saya simpulkan bahwa keadaan masyarakat sekarang sama persis dengan yang terjadi pada tahun 30-an sampai 40-an saat Perang Dunia (PD). 

Readmore »»

Senin, Juli 24, 2017

Ayu Azhari dan Hizbut Tahrir Indonesia

          (Artikel ini dimuat Malang Post, 24 Juli 2017)

Saat pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, kemudian aturan itu digunakan sebagai dasar untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), saya jadi ingat bintang film Ayu Azhari. Kita mungkin bertanya-tanya, apa kaitan antara HTI dengan Ayu Azhari?

Kita tidak melihat apakah ada kesejajaran antara kasus pembubaran HTI dengan Ayu Azhari, tetapi kita melihat dampak yang mungkin bisa ditimbulkan. Kontradiksi dan perdebatan perbandingan bisa jadi muncul; HTI organisasi berbasis keagamaan, sementara Ayu Azhari hanya seorang artis. Namun, keduanya punya kesamaan; pernah menjadi buah bibir dan pernah terkena pelarangan kaitannya dengan penggunaan hak masing-masing “profesinya”.

Ayu Azhari bisa jadi sama dengan kebanyakan artis di Indonesia, tetapi ia menjadi artis fenomenal karena pernah bermain film dengan artis “bule”. Lebih dahsyat lagi, ia pernah berani memerankan adegan telanjang dan seks dalam sebuah film yang pernah dibintanginya.

Readmore »»

Twitter

Followers

Statistik

Adakah nama Anda di sini?


 

Google Analytics